JAKARTA, iNewsPemalangmid - Menggunakan ijazah palsu untuk melamar pekerjaan adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana. Perbuatan ini termasuk dalam kategori pemalsuan dan kebohongan yang dilarang oleh agama.
Dalam hukum Islam, menggunakan ijazah palsu untuk melamar pekerjaan adalah haram. Islam melarang keras perbuatan pemalsuan dan kebohongan karena dapat merugikan pihak lain, termasuk merampas hak orang lain.
Perbuatan curang dalam Islam adalah haram, bahkan dikategorikan sebagai bulan umatnya. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي (رواه مسلم، رقم 102)
“Siapa yang melakukan kecurangan, maka dia bukan dari golonganku. HR. Muslim, (102)
Lantas apa hukum dari gaji yang diterimanya?
Seorang muslim dituntut untuk jujur dalam segala perkataan dan perbuatannya. Memalsukan ijazah adalah tindakan yang tidak jujur dan melanggar prinsip-prinsip Islam dan hukumnya haram.
Menggunakan ijazah palsu berarti melakukan kebohongan, baik kepada perusahaan maupun kepada diri sendiri. Perbuatan itu sudah menunjukkan ketidakjujuran dan ketidakamanahan dalam bekerja.
Meskipun seseorang mungkin berhasil mendapatkan pekerjaan dengan ijazah palsu, serta kemudian mendapat upah (gaji), tindakan ini dapat menimbulkan konsekuensi negatif, seperti dosa, rusaknya reputasi, dan kemungkinan sanksi hukum.
Karena jelas, mendapatkan pekerjaan menggunakan ijazah palsu dalam Islam adalah haram, maka penghasilan (upah) yang diperoleh pun haram selama orang tersebut (pelaku) tidak segera bertaubat.
Penting untuk diingat:
Islam mengajarkan bahwa tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik pula (al-ghayah laa tubarriru al-wasaail).
Seorang muslim harus jujur dalam segala aspek kehidupannya, termasuk dalam mencari nafkah.
Tidak ada alasan yang dapat membenarkan penggunaan ijazah palsu, bahkan dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Selain itu, pemalsuan ijazah adalah tindak pidana yang serius dan memiliki konsekuensi hukum yang berat. Pelaku dapat dijerat pasal pemalsuan surat atau dokumen dengan ancaman penjara dan denda.
UU Sistem Pendidikan Nasional:
Pasal 69 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang menggunakan ijazah palsu, yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00.
Berdasar KUHP baru secara khusus mengatur sanksi pidana bagi pengguna ijazah palsu dalam Pasal 272 UU 1/2023 yang menerangkan ketentuan.
(1) Setiap orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp200 juta).
(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp200 juta).
(3) Setiap orang yang menerbitkan dan/atau memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar).
Editor : Aryanto
Artikel Terkait