PEMALANG, iNews.id - Kematian Brigadir J dalam tragedi baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo terus memunculkan sejumlah misteri dan kejanggalan. Tak hanya dari kaluarga korban, beberapa pejabat negara dan politisi juga mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam peristiwa ini.
Dalam wawancara di salah satu televisi swasta pada Rabu (13/7/2022), Rohani Simanjuntak bibi Brigadir J mengatakan selain luka tembak keluarga juga menemukan beberapa luka pada tubuh korban. Diantaranya luka lebam pada perut, luka pada kaki sebelah kanan, luka pada mata kanan, bekas jahitan pada hidung dan bibir, serta gigi yang tak lagi rata.
Kondisi tersebut diketahui setelah keluarga Brgadir J memaksa untuk membuka peti jenazah pada Minggu (10/7/2022) pagi, setelah satu hari sebelumnya sempat dilarang oleh petugas karena alasan jenazah sudah diautopsi.
"Ada tembakan di dada kanan, sesudah hari minggu pagi, ada di jari tangan kiri ada keluar darah segar di jari kelingkingnya. Dari situ kami curiga. Ternyata kok ada luka di tubuh anak kami. Ada luka lebam, ada luka sayatan juga," jelas Rohani Simanjuntak.
Rohani juga mengatakan bahwa dua jari Brigadir J tidak putus, melainkan mengalami patah dan luka.
"Bukan putus, patah," tegas Rohani Simanjuntak.
Ditanya soal isu yang berkembang dan menyudutkan prribadi Brigadir J, Rohani membantah hal tersebut. Dirinya menyebut Brigadir J dikenal sebagai pribadi yang baik dan jujur. Korban juga sempat menceritakan tabiat keluarga Ferdy Sambo kepada keluarga.
"Tahun baru kemarin, dia yang cerita langsung ke saya. Kalau aku disana sebagai ajudan. Enak inang muda, baik, keluarga dari Bapak itu baik semua, bahkan anak-anaknya putrinya juga baik semua. Bahkan Ibu itu juga baik sama ku, sama Bapak itu juga sudah dianggap saya sebagai anak kandung," kata Rohani menirukan apa yang dikatakan Brigadir J.
Ditambahkan Rohani, keluarga Brigadir J belum berencana membuat laporan resmi terkait peristiwa ini. Namun pihaknya berharap kasus ini bisa terungkap dan keluarga bisa mendapat keadilan atas kematian putra mereka.
Editor : Lazarus Sandya Wella