PEMALANG, iNews.id - 7 kerbau albino alias kebo bule Keraton Kasunanan terkena Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjelang Kirab Malam 1 Suro.
Sebagai solusi, 5 kebo bule yang belum terinfeksi PMK saat ini diamankan di Magangan agar memperoleh perawatan intensif.
Sebagai informasi, kebo bule yang sering disebut Kyai Slamet memang menjadi ciri khas atau ikon di setiap Kirab Malam 1 Sura.
Sesuai namanya, kebo bule memiliki warna merah muda atau putih kemerah merahan dengan rambut putih di sekitar mata.
Menurut tulisan yang ditayangkan pada Perpusnas Indonesia, kebo bule pertama yang ada di Keraton Kasunanan merupakan pemberian dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo untuk Pakuboewono (PB) II.
Kebo bule tersebut diperuntukkan sebagai cucuk lampah (pengawal) dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet saat beliau pulang dari mengungsi di Pondok Tegalsari ketika terjadi pemberontakan pecinan yang membakar Istana Kartasura.
Jadi, Kyai Slamet bukan nama kebo, melainkan nama pusakanya, itu yang agak berbeda antara persepsi masyarakat dan sejarahnya.
Sementara itu, menurut seorang Sejarawan UNS Rendra Agusta, kerbau dipilih sebagai ikon karena menjadi simbol menolak bala, mendatangkan keselamatan dan keberkahan.
"Selain itu, konsep di Jawa Tengah, Keraton memang merawat orang maupun hewan yang memiliki keistimewaan yang sering disebut abdi dalem Palawija," kata Rendra saat dikonfirmasi iNews, Selasa (27/7/2022).
Adapun orang dan hewan yang memiliki keistimewaan menurut Rendra yakni mereka yang memiliki tubuh di luar ukuran normal (Kate), atau berkulit albino seperti halnya kebo bule.
Rendra menuturkan, kebo dipilih menjadi ikon karena menurut mitologi, hewan tersebut menjadi gambaran penguasa tertinggi yang mampu mengalahkan kejahatan.
"Bahkan, saat pemilihan tanah di Solo beberapa ahli nujum mencari tempat tertentu dengan menggunakan cara melepas kebo," paparnya.
Meski demikian, Rendra dan beberapa sejarawan menilai, dalam kondisi darurat (wabah PMK, Covid-19, Malari, dan kejadian serupa), kerbau bule tidak wajib ada dalam Kirab Malam 1 Sura.
"Saat Covid-19 kemarin misalnya, Kirab 1 Sura digelar terbatas dan tirakatan, waktu Malari juga demikian," katanya.
Oleh karenanya, jika saat ini sebagian besar kebo bule terkena PMK dan seandainya tidak diikut sertakan kirab, hal tersebut bukan menjadi masalah maupun mengurangi esensinya.
Senada dengan Rendra, Dosen Prodi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UNS, Susanto menuturkan, pada masa pemerintahan Pakoeboewono (PB) II, kebo bule termasuk peliharaan kesayangannya, jadi saat pindah dari Kartasura ke Surakarta ikut diboyong.
Sedangkan nama Slamet pada kebo bule tersebut juga memiliki makna tersendiri.
"Jadi kalau sedang punya masalah, resah, atau menghindari memala, masyarakat jaman dahulu mengadakan ruwatan agar selamat (Slamet)," tuturnya.
Editor : Anila Dwi
Artikel Terkait