PEMALANG, iNews.id - Para pembuat gerabah (pengrajin gerabah) di Kabupaten Pemalang di Jalan Nusa Indah RT. 08 RW. 08, Kelurahan Pelutan, Pemalang hingga kini masih terus eksis.
Pengrajin gerabah di Kelurahan Pelutan Kecamatan Pemalang ini merupakan pengrajin turun temurun meneruskan orang tuanya.
Seperti salah satu pengrajin gerabah yang satu ini, Nurochim (70), dirinya menguasai keterampilan membuat gerabah dari orang tuanya sejak usia 13 Tahun. Selanjutnya, dia pun menurunkan keterampilan itu pada anak-anaknya.
Hingga sampai saat ini, Nurochim masih tetap setia menjadi pengrajin gerabah. Setiap hari, dia membuat berbagai produk gerabah di belakang rumahnya, dan dari usahanya itu, dia bisa menyokong ekonomi keluarganya.
‘’Dalam sehari, saya biasanya membuat 5 sampai 7 buah (gerabah),’’ kata Nurokhim di kediamannya, Senin, (14/11/2022).
Ia menuturkan, dalam membuat gerabah sehari-harinya ia dibantu saudaranya yang bernama, Kuripno, Sunarto dan Anwaryono.
Nurochim membuat produk gerabah sesuai dengan permintaan pasar. Untuk saat ini, permintaan gerabah yang laris adalah Paso Pengaron, Kendil dan Pot.
Untuk membuat gerabah, Nurochim membutuhkan bahan baku utama berupa tanah liat. Namun, tak sembarang tanah liat, melainkan harus yang bertekstur halus. Pemenuhan kebutuhan tanah liat yang halus itu benar-benar dijaga oleh pengrajin sehingga gerabah Kelurahan Pelutan dikenal dengan kualitasnya yang bagus.
Nurochim memperoleh tanah liat itu dengan membelinya seharga Rp6000 pertepak. Namun, tanah liat itu masih tercampur dengan batu dan pasir. Untuk menjadi halus, tanah liat harus diinjak-injak sampai rata dan benar-benar halus.
Setelah siap, Nurochim lantas membentuk tanah liat itu menjadi beragam produk. Pembuatan produk gerabah itu dilakukan secara manual, dengan menggunakan semacam piring yang diputar menggunakan kaki.
Gerabah yang telah terbentuk selanjutnya dijemur dan diberi pewarna atau dicat. Untuk pewarnanya, digunakan tanah merah sehingga benar-benar alami.
Produk gerabah selanjutnya dibakar, dengan menggunakan jerami dan kayu bakar. Para pengrajin pun biasa menyetok jerami pada saat musim panen padi tiba di sawah.
Setelah selesai, gerabah itu selanjutnya dikumpulkan terlebih dulu. Biasanya hingga mencapai 1000 buah lebih dalam waktu sekitar satu bulan. Selanjutnya, hasil produk gerabah dijual sendiri, dan ada juga yang pesanan dari luar daerah seperti Tegal, Pekalongan, Brebes dan Batang.
Menurut Anwaryono, usaha kerajinan gerabahnya tetap eksis meski dilanda pandemi Covid-19.
‘’Gerabah tetap jalan terus dan tetap laku,’’ ucapnya.
Di usianya yang senja, Nurochim pun masih setia menjalani usaha pembuatan gerabah di rumahnya sampai bertahan sekarang ini.
Nurochim menceritakan, jika produk gerabahnya saat ini pun harus bersaing dengan produk lain seperti produk dari plastik.
"Padahal kalau dibandingkan pot plastik, tanaman akan lebih subur jika ditanam di pot gerabah yang terbuat dari tanah liat,’’ ungkapnya.
Meski harus bersaing dengan produk plastik, Nurochim tetap setia memutar alat pembuat gerabahnya setiap hari. Keterampilan itupun diajarkannya kepada anak dan cucunya hingga gerabah Kelurahan Pelutan tetap lestari dan terkenal.
Editor : Aryanto
Artikel Terkait