Mengenal Asal Usul Nanas Madu yang Menjadi Ikon Kabupaten Pemalang: Sejak Kapan?

PEMALANG, iNewsPemalang.id – Nanas Madu telah menjadi salah satu ikon pertanian unggulan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Buah berukuran kecil dengan kulit berwarna oranye ini dikenal luas karena rasanya yang manis seperti madu, sehingga mendapat julukan “Nanas Madu”.
Buah ini sangat mudah ditemukan di wilayah Kabupaten Pemalang, khususnya di daerah selatan seperti Kecamatan Belik yang menjadi sentra utama budidaya Nanas Madu. Sepanjang jalan di kawasan tersebut, banyak warga lokal yang menjajakan nanas langsung dari kebun mereka.
Namun, sejak kapan sebenarnya varietas ini mulai tumbuh di Pemalang? Dari mana asalnya?
Berdasarkan Sertifikat Indikasi Geografis Indonesia IDG000000150 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (periode pengumuman 27 Januari – 27 Maret 2023), diketahui bahwa Nanas Madu Pemalang memiliki sejarah panjang sejak tahun 1942.
Bibit nanas pertama kali dibawa dari Bogor oleh dua tokoh masyarakat Desa Belik, yakni Karya Sumar (atau Karya Witana) dan Surjayus, yang juga dikenal sebagai tokoh agama. Sejak saat itu, tanaman ini berkembang secara alami dan mulai menjadi komoditas utama pertanian setempat sekitar tahun 1975.
Nanas Madu Pemalang berasal dari tanaman Ananas comosus L. Merr, termasuk varietas Queen. Buah ini tumbuh optimal di daerah dataran dengan ketinggian antara 250 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut, seperti di Kecamatan Belik, Pulosari, dan Moga. Wilayah ini memiliki curah hujan tinggi, yakni 3.500–5.100 mm per tahun, dengan suhu rata-rata harian 29°C–31°C.
Tanaman ini tumbuh subur di tanah jenis regosol yang bertekstur berpasir dan berbatu, dengan tingkat keasaman tanah (pH) antara 6,4–8,0. Kondisi lahan yang unik ini menjadikan karakteristik Nanas Madu Pemalang berbeda dari varietas Queen di daerah lain.
Ciri khas buah ini meliputi jumlah mata buah yang relatif sedikit, yakni antara 3 hingga 7 mata per baris, dengan berat per buah sekitar 0,35–0,7 kg. Ukurannya lebih kecil dibandingkan nanas Queen lainnya, dan bentuk matanya cenderung tidak bulat.
Pada awalnya, buah ini dikenal dengan sebutan “nanas batu” karena ditanam di lahan berbatu. Namun, karena rasanya yang sangat manis, sebutan tersebut berganti menjadi “nanas madu”.
Untuk melindungi produk ini serta memberikan kepastian hukum bagi petani, pengolah, dan pedagang, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Nanas Madu Pemalang, dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Pemalang, mengajukan permohonan sertifikasi Indikasi Geografis.
Perlindungan ini tidak hanya menjamin hak ekonomi bagi produsen lokal, tetapi juga memastikan kualitas produk yang diterima oleh konsumen sesuai dengan standar hukum dan harapan pasar.
Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang, saat ini terdapat lebih dari 2.000 hektare lahan pertanian nanas madu di daerah tersebut. Lahan-lahan ini tersebar di empat kecamatan: Belik, Watukumpul, Moga, dan Pulosari.
Kecamatan Belik merupakan penghasil terbesar, dengan luas lahan mencapai 1.800 hektare dan produktivitas sekitar 19.300 ton. Jumlah ini mencakup sebagian besar dari total hasil panen nanas di Pemalang yang mencapai 21.700 ton.
Editor : Aryanto