Pemberian Hadiah Orang Tua Murid untuk Guru Bisa Berbuah Simalakama, Masuk Tindak Pidana Korupsi?
PEMALANG, iNewsPemalang.id - Menjelang 25 November yang merupakan Hari Guru Nasional, marak di sejumlah sekolah ibu-ibu orang tua murid memberikan hadiah kepada guru kelas anak-anak mereka. Ironisnya, dana untuk membeli barang sebagai hadiah digalang dengan iuran atau patungan secara massal.
Meski penggalangan dana tersebut merupakan inisiatif orang tua murid, dan mungkin saja tanpa sepengetahuan pihak sekolah, namun hal itu jelas berpotensi menjadi budaya buruk di dunia pendidikan. Bahkan dapat berbuah simalakama yang merujuk pada perbuatan gratifikasi.
Pemberian hadiah kepada guru terjadi di sejumlah sekolah di Kabupaten Pemalang, mendapat beragam respon dari publik, aktivis kontrol sosial dan pengamat pendidikan.
Pantauan iNews Pemalang, Rabu (12/11/2025), di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di wilayah Kecamatan Randudongkal, para orang tua murid kelas dua melakukan iuran (patungan) sebesar Rp20 ribu per orang untuk membeli barang sebagai hadiah (kado) untuk guru kelas.
Pengakuan SL, salah satu orang tua murid yang mengumpulkan iuran tersebut, rencananya akan dibelikan barang berupa sepatu dan baju untuk guru kelas anak-anak mereka. Patungan itu, menurutnya dilakukan atas kesepakatan para orang tua murid.
"Iya kan sudah umum begitu, bukan cuma di sekolah anak kami saja, hampir semua orang tua murid SD di wilayah Randudongkal juga ngasih kado untuk guru di Hari Guru, sudah biasa," ujarnya dengan nada enteng.
Pemerintah sendiri telah mengingatkan para guru di sekolah untuk tidak menerima barang pemberian dari wali murid atau orang tua murid dalam momen kenaikan kelas atau kelulusan, termasuk pada Hari Guru Nasional.
Pemberian hadiah kepada guru oleh orang tua murid berpotensi sebagai bentuk gratifikasi, seperti diatur pada Pasal 12B pada UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 mengatur bahwa gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai suap jika berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.
Gratifikasi didefinisikan secara luas sebagai pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket, akomodasi, dan fasilitas lainnya, baik diterima di dalam atau luar negeri dan secara elektronik atau tidak.
Pemberian hadiah kepada guru merupakan bentuk gratifikasi seperti diatur pada Pasal 12B pada UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahaldiketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Dalam pasal itu menyebut gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjananan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.
Pemberian hadiah akan dianggap gratifikasi yang terlarang jika telah memenuhi dua unsur yakni berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Alasan lain pemberian hadiah kepada guru dilarang karena guru sudah digaji oleh negara untuk mengajar. Meskipun masih banyak guru yang menerima gaji dari negara jauh dari kata layak, terutama guru honorer.
Hal terpenting yang menjadi sorotan adalah, jika hadiah dikasih hanya wali kelasnya saja, maka ada ketidakadilan disitu. Karena kegiatan belajar mengajar (KBM) mencakup semuanya mulai dari penjaga sekolah, satpam, petugas kebersihan hingga guru mata pelajaran lainnya.
Publik meminta kepada Dinas Pendidikan Pemalang dan Inspektorat untuk melakukan pengawasan di lingkungan sekolah, terutama pada momen-momen seperti pembagian rapot kenaikan kelas, kelulusan dan Hari Guru Nasional.
Salah satu implikasi terhadap pemberian hadiah kepada guru adalah akan timbulnya rasa kecemburuan di antara staf pengajar lainnya. Selain itu juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan guru dalam memberikan pelajaran terhadap siswa yang memberikan hadiah dan siswa yang tidak memberikan hadiah kepada guru.
Pasalnya pemberian bingkisan kenang-kenangan terhadap guru dari orangtua atau wali murid dengan alasan apapun tidak dibenarkan menurut undang-undang, karena merupakan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi.
Pandangan Islam
Di sisi lain, menurut pendapat sebagian ulama, tindakan memberikan hadiah kepada guru dalam ajaran Islam adalah dilarang.
Menurut Ustadz Hafiz Taqwa,LC., M.Ed. dosen Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, menjelaskan, pemberian hadiah pada dasarnya adalah perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW.
"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai."(HR. Bukhari).
Namun, Ustadz Hafiz menegaskan bahwa hadiah yang diberikan dalam konteks pekerjaan dapat berubah hukumnya menjadi tidak diperbolehkan. Hal ini disebabkan adanya unsur gratifikasi, risywah (suap), atau pengaruh yang dapat memengaruhi sikap dan keadilan guru dalam mendidik siswa.
"Bahkan, pemberian hadiah yang demikian dapat menjadi beban bagi wali murid yang merasa terpaksa mengikuti tradisi ini." ujarnya.
Ustadz Hafiz mengutip hadis yang menyatakan Rasulullah SAW melarang perbuatan tersebut yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
"Siapa saja yang telah kami pekerjakan dan telah kami beri rezeki (upah tetap), maka semua harta yang dia dapatkan di luar hal itu adalah harta ghulul (khianat)." (HR. Abu Dawud: 2943).
Hadis ini menunjukkan bahwa pemberian tambahan berupa hadiah dalam konteks pekerjaan dianggap tidak dibenarkan jika tidak melalui aturan yang jelas. Hal ini termasuk hadiah untuk guru sebagai bentuk apresiasi atas pekerjaannya.
KPAI: Perlu Dikritisi
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan bahwa praktik pemberian kado dari murid atau orang tuanya kepada guru tidak boleh dilakukan bila berlebihan. Apalagi, bila dari pemberian tersebut ada maksud-tujuan tertentu yang mengakibatkan konflik kepentingan.
“Kalau kemudian dari pemberian itu berimplikasi terhadap misalkan ada keberpihakan, perhatian khusus, berharap perhatian khusus, ada keberpihakan khusus, tentu itu tidak diperbolehkan,” ujar Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, kepada wartawan, dikutip Rabu (12/11/2025).
Aris menegaskan bahwa jika praktik pemberian hadiah ini sudah mengarah ke hal-hal yang bersifat memaksa atau sistemik, seperti patungan massal, maka perlu dikritisi.
Terlebih kondisi ekonomi para orang tua murid belum tentu sama, mungkin ada yang tidak mampu. Jelas hal ini akan menimbulkan beban sosial tersendiri bagi orang tua murid atau murid yang tidak mampu tersebut.
Kendati KPAI sendiri mengaku belum menerima laporan resmi terkait praktik ini, namun tetap mencermati fenomena tersebut dan menyebut bahwa praktik semacam ini masih ditemukan.
“Kalau laporan ke KPAI sih tidak ada. Tapi kami mendengar, mengamati, ya masih ada,” kata Aris.
Sejumlah pengamat menilai, fenomena tradisi memberikan hadiah atau kado kepada guru oleh orang tua murid berpotensi merusak negeri, terutama di dunia pendidikan.
Editor : Aryanto