KARANGANYAR, iNews.id - Kaki-kaki kecil berlari menerobos cahaya pagi, menyusuri jembatan di atas sungai yang berada di antara wilayah Karanganyar dan Boyolali. Langkah mereka beriringan dengan roda gerobak kayu serta para ibu bersama anaknya yang masih menyusu. Pada di ujung jembatan, seorang lelaki paruh baya memikul rotan, meski pundaknya memikul beban, ia tak nampak keberatan.
Kedatangannya disambut tawa renyah para bocah yang berkerumun dan berjongkok sambil bercengkrama dengan bungah. Rotan yang sedari tadi ia pikul lantas diletakkan, berjajar dengan puluhan plastik berisi air dan ikan. Usai ditata rapi, ia siap menyulap plastik air dan ikan hias dalam baldi menjadi pundi-pundi untuk menghidupi anak istri.
Ikan hias warna-warni yang dibawa Khoirul Anam (35) setiap Minggu pagi ternyata mampu membawa secercah mimpi usai perekonomiannya dihantam pandemi.
"Sempat menganggur dan tak berpenghasilan sama sekali, serabutan kesana-sini, mencoba usahapun gagal berkali-kali," kata Khoirul Anam, Minggu (28/8/2022) dengan tersenyum sesekali.
Sembari terus melayani pembeli, ayah tiga orang anak yang akrab disapa Anam itu menuturkan pahit membangun usaha ikan hias yang membawanya ke Kali Pepe Land hingga hari ini.
Kepada iNews Anam bercerita, ia menjual ikan hias di Kali Pepe Land setiap hari Minggu dengan harga Rp 5.000 satu ekor, dan Rp 10.000 tiga ekor. Ikan hias yang dijual Anam dikulak sejak dua atau tiga hari sebelumnya, dan diletakkan di bak kecil di rumahnya di Donohudan, tak jauh dari Kali Pepe Land.
Letak lapak yang dekat dengan tempat tinggalnya juga menjadi alasan Anam untuk berdagang ikan hias di Kali Pepe Land. Selama berjualan di Kali Pepe Land setiap hari Minggu pukul 07.00 hingga 12.00 WIB, Anam mengaku tak ditarik biaya retribusi alias gratis bebas pungli.
"Jika diakumulasi, setiap berjualan seminggu sekali, mendapat keuntungan Rp 100.000 bersih," ujarnya saat ditanya.
Tak hanya membuka ladang rejeki, menurut Anam, hadirnya Kali Pepe Land juga mengubah pandangan masyarakat tentang segala mitos yang tak terbukti.
"Semula Kali Pepe Land ini hanya hutan dan dikenal sebagai sarang maling, dulu juga tidak ada jembatan seperti ini," kata Anam kepada para media.
Bukan hanya berjualan, untuk mencukupi kebutuhan, pada Senin hingga Sabtu, Anam juga menjadi juru parkir di Kali Pepe Land. Walau enggan menyebut nominal angka pendapatannya sebagai juru parkir Kali Pepe Land, Anam menuturkan, pekerjaan itu cukup untuk menyekolahkan anaknya yang duduk di bangku SD dan SMP.
"Tarif parkirnya flat Rp 5.000 per kendaraan, motor maupun mobil, yang menentukan dari pihak pengelola," jelas Anam sembari terus melayani pembelinya.
Selain Anam, 160 pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga menggantungkan hidup pada lapak di Kali Pepe Land. Cerita Anam juga diketahui pengelola wisata, Muhammad Ghurda yang membantu operasional Kali Pepe Land setiap harinya.
"Kalau kapasitasnya bisa mencapai 200 UMKM di sini. Tidak ada syarat apapun, mereka hanya mendaftar melalui link chat kami, buka di Instagram kami, produknya apa, warga mana semuanya bisa berjualan di sini," katanya.
Agar para mitra dan pedagang UMKM lebih nyaman, Ghurda mengatakan, pengelola menggunakan sistem roling, sehingga setiap minggu pedagang bisa bergantian masuk ke lokasi tersebut untuk berjualan.
Keberadaan Kali Pepe Land tak lepas dari sang pemilik kuliner Wong Solo, Puspo Wardoyo, yang menggulawentah konsep kawasan wisata terpadu tersebut. Tangan dingin Puspo yang mengubah lahan seluas 4 hektar itu menjadi wisata kuliner, wahana seni dan budaya juga.
Tak sampai di situ saja, di Kali Pepe Land, Puspo juga menggelar event yang berlangsung rutin, dengan mendatangkan grup band hingga pengamen jalanan.
Editor : Anila Dwi
Artikel Terkait