MAGELANG, iNewsPemalang.id – Dalam sebulan terakhir, tiga kepala desa (Kades) di Kabupaten Magelang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, dengan total kerugian negara lebih dari Rp2,1 miliar. Kasus terbaru melibatkan Dwi Joko Susanto, Kepala Desa Salamkanci, Kecamatan Bandongan, yang kini tengah diselidiki atas dugaan korupsi dalam proyek saluran air bersih pada tahun anggaran 2017-2019.
Berdasar informasi dihimpun, Minggu (21/9/2025), kasus terbaru, Kepala Desa Salamkanci, Dwi Joko Susanto, ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembangunan saluran air bersih periode 2017–2019. Akibat perbuatannya, negara ditaksir merugi hingga Rp 488 juta.
Dwi Joko Susanto telah ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Agustus 2025. Namun demikian, Kades berusia 48 tahun itu belum ditahan oleh polisi. "Belum (ditahan). Kami masih penetapan," kata Kasat Reskrim Polres Magelang Kota Iptu Iwan Kristiana, Jumat (19/9/2025).
Menurut penyidik Polres Magelang Kota, proyek bernilai Rp3,5 miliar tersebut diduga tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp488 juta.
Iptu Iwan mengatakan bahwa gelar perkara telah dilakukan dan hasilnya menetapkan Dwi Joko Susanto sebagai tersangka. "Pemeriksaan lanjutan dijadwalkan pekan depan," jelasnya.
Kasus sebelumnya menimpa Ahmad Sartono, Kepala Desa Selomirah, yang kini ditahan oleh Polresta Magelang. Sartono diduga menyalahgunakan dana desa hingga mencapai Rp935 juta. Penyidik menyebutkan bahwa Sartono menggunakan kewenangannya untuk menarik uang dari bendahara, menggadaikan aset desa, bahkan menjual bantuan sapi.
"Sebagian dana desa digunakan untuk judi online dan hiburan pribadi," ungkap Kasat Reskrim Polres Magelang, Kompol La Ode Arwansyah.
Sementara itu, Kepala Desa Sukomulyo, Ahmat Riyadi, juga terjerat kasus korupsi. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Magelang menetapkannya sebagai tersangka penyalahgunaan anggaran desa untuk tahun anggaran 2022-2023. Hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Magelang mencatatkan kerugian negara mencapai Rp727,9 juta. Ahmat Riyadi kini ditahan selama 20 hari untuk tahap awal.
"Beberapa kegiatan desa ternyata fiktif, sementara sejumlah program tidak pernah dilaksanakan," ujar Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Magelang, Robby Hermansyah.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Kabupaten Magelang, Gunawan Yudi Nugroho, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 58 huruf b Perda Kabupaten Magelang No 5 Tahun 2016, yang telah diubah dengan Perda No 6 Tahun 2018, kepala desa yang terjerat kasus hukum akan diberhentikan sementara.
"Pemberhentian sementara dilakukan apabila kepala desa ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi atau tindak pidana lainnya yang merugikan negara," jelasnya.
Meski begitu, Gunawan memastikan layanan publik di tiga desa tersebut tidak akan terganggu. "Proses SK Pj Kades segera disiapkan agar tidak ada kekosongan pelayanan," tambahnya.
Maraknya kasus korupsi di tingkat desa ini menyoroti beberapa faktor penyebab, antara lain lemahnya pengawasan, rendahnya kapasitas aparatur desa, serta budaya permisif yang menganggap dana desa sebagai "uang milik bersama." Hal ini diperburuk dengan minimnya transparansi dalam laporan APBDes kepada masyarakat.
KPK, dalam upayanya untuk mencegah penyalahgunaan dana desa, telah meluncurkan program Desa Antikorupsi, yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dan keterbukaan anggaran desa. Tidak hanya itu, BPKP juga mengembangkan aplikasi Siswaskeudes untuk memperkuat pengawasan dan audit.
Menurut KPK, pengawasan yang efektif hanya dapat terwujud jika masyarakat turut serta dalam memantau. "Pengawasan yang melibatkan masyarakat akan lebih transparan dan dapat mengurangi potensi korupsi," tulis KPK dalam buku panduan Desa Antikorupsi.
Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang, Adi Waryanto, menekankan bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman terhadap hak asasi manusia, keadilan, dan keberlangsungan bangsa. "Upaya pemberantasan korupsi memerlukan keteladanan, kegigihan, dan konsistensi dari seluruh jajaran pemerintahan," katanya, saat membuka Sosialisasi Anti Korupsi pada awal September 2025.
Pemberantasan korupsi di tingkat desa ini membutuhkan kerja sama dan sinergi dari semua pihak, baik pemerintah daerah maupun masyarakat.
Editor : Aryanto
Artikel Terkait