NEW YORK, iNewsPemalang.id – Kehadiran Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB bukan hanya sebuah pidato biasa, melainkan simbol kembalinya Indonesia ke panggung diplomasi internasional setelah sekian lama mengasingkan diri. Dengan fokus pada Palestina, yang merupakan salah satu isu sentral dalam politik luar negeri Indonesia, Prabowo diharapkan dapat mengangkat suara bangsa dan mengembalikan peran Indonesia sebagai pembela kemerdekaan dan keadilan di dunia internasional.
Dengan sorotan dunia yang tertuju padanya, Prabowo Subianto bukan hanya berbicara sebagai Presiden Indonesia, tetapi juga sebagai pemimpin yang membawa suara Asia Tenggara untuk disuarakan di panggung global.
Hadirnya Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada 2025 menarik perhatian internasional. Prabowo disambut dengan pengamanan ekstra ketat sejak pertama kali tiba di bandara.
Di tengah sorotan berbagai media internasional tentang ketegasan Prabowo menyuarakan isu Palestina dan negara muslim dunia, kehadiran Prabowo sekaligus menandai kembalinya partisipasi Indonesia setelah sepuluh tahun absen dari forum PBB tersebut.
Peran Indonesia Kembali dalam Forum Internasional
Sidang kali ini memiliki makna khusus, mengingat Indonesia telah absen selama sepuluh tahun terakhir di Sidang Umum PBB. Sebelumnya, Indonesia hanya diwakili oleh Wakil Presiden atau Menteri Luar Negeri, namun kali ini Prabowo akan menjadi Presiden pertama dalam satu dekade yang langsung tampil sebagai pembicara. Keputusan ini memperlihatkan komitmen Indonesia untuk kembali aktif dalam peran diplomatik global, setelah sekian lama.
Fokus Palestina dalam Pidato Prabowo
Dalam pidatonya yang dijadwalkan pada 23 September 2025, Prabowo akan menyampaikan pandangan Indonesia mengenai sejumlah isu penting, dengan fokus utama pada perjuangan kemerdekaan Palestina. Ini bukan pertama kalinya Prabowo mengungkapkan sikap tegasnya terhadap Palestina. Sebelumnya, dalam pidatonya di KTT D8 di Kairo, Mesir, Desember 2024, Prabowo mengecam ketidakpedulian dunia terhadap suara negara-negara Muslim dan hak asasi manusia (HAM) untuk umat Muslim.
Editor : Aryanto
Artikel Terkait