PEMALANG, iNews.id - Seorang warga Pemalang Selatan, Isa Ansori (58) mendapat penghargaan Kalpataru atas jasanya merawat hutan dan menyelamatkan 78 titik sumber mata air di daerahnya.
Meski usianya tak lagi muda, laki-laki paruh baya itu masih gigih naik turun gunung dan keluar masuk hutan di wilayah Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang, untuk melakukan penyelamatan lingkungan hidup.
Atas jasa dan kegigihannya merawat hutan sejak 19990 tersebut, warga di tiga desa terpenuhi kebutuhan air bersih.
Tak sampai di situ saja, Ansori juga membentuk Komunitas Pecinta Alam Shabawana.
Melalui komunitas itu, ia aktif melakukan konservasi hutan di wilayah Kecamatan Belik, atau Pemalang Selatan.
Tak heran, jika pria kelahiran 1 Mei 1964 itu beberapa kali mendapat penghargaan terkait lingkungan hidup, dan yang terakhir adalah Penghargaan Kalpataru sebagai perintis, pengabdi, penyelamat dan pembina lingkungan hidup 2022, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Wilayah Pemalang Selatan mengalami degradasi hutan di medio 1990, yang mengakibatkan kelangkaan air bersih. Warga terpaksa mengeluarkan uang untuk mendapatkan pasokan air bersih.
Dari keprihatinan itulah Isa Ansori memilih keluar masuk hutan dan naik turun gunung, untuk mendapatkan titik sumber mata air" kata Ansori seperti dalam keterangan tertulisnya.
Lebih lanjut Ansori menjelaskan, dirinya pertama mendirikan Komunitas Pecinta Aalam Shabawana, itu embrio pecinta alam di Pemalang, dibantu juga sebagian kelompok tani hutan. Yang pertama ke wilayah terdekat sumber ada gak sih, baru saya ke lokasi observasi ke lapangan, lalu dilakukan untuk penananam pohon.
Hal itu dilakukan sejak 1990, karena di wilayahnya mulai sering mengalami kekeringan. Warga kesulitan mendapatkan air bersih bahkan sampai kurun waktu empat sampai sembilan bulan, terutama di musim kemarau.
“Saat itu, sekitar 80 persen warga beli air. Mulai 1990 itu intens melakukan penyelamatan sumber mata air sampai sekarang,” tuturnya.
Adapun penyelamatan lingkungan Ansori lakukan dengan mencari titik sumber mata air kemudian dilakukan penanaman pohon yang memiliki fungsi serapan air tinggi, seperti pohon karet kebo dan pohon beringin.
“Ini namanya pohon Karet Kebo, untuk serapan air ketika musim hujan sangat tinggi. Satu batang kecil 20 liter sampai 60 liter, kalau besar 200 bahkan ribuan liter. Tujuannya kalau ada serapan air begini nantinya musim kemarau dia akan melepas air, sehingga musim kemarau sumber mata air masih akan teraliri airnya. Karena memang ada tandonnya, tandonnya ada di tanaman seperti ini,” paparnya.
Tak tanggung-tanggung, untuk mendapatkan bibit pohon tersebut, Isa Ansori melakukan pencangkokan di pohon yang lebih besar, dan sebagian menggunakan teknik stek.
“Hasilnya ditanam di 78 titik sumber mata air. Di Kecamatan Belik ada 160 titik sumber mata air, jadi masih 82 titik yang masih jadi PR,” lanjutnya.
Seiring waktu, kegigihan Isa Ansori membuahkan hasil. Saat ini, 78 titik sumber mata air yang ia selamatkan mampu mengaliri air untuk memenuhi kebutuhan warga di tiga desa, yakni Mendelem, Beluk dan Belik.
“Menanam ini sehingga ada 60 persen sudah tercukupi kebutuhan air. Airnya mengalir untuk tiga desa yakni Mendelem, Beluk dan Belik. Harapannya mampu mencukupi air 100 persen,” harapnya.
Baginya, hutan, gunung beserta fungsinya bukan warisan melainkan titipan yang sudah selayaknya dijaga dan dilestarikan untuk tetap berfungsi dengan baik.
“Motivasi saya, yang pertama alam ini bukan warisan kita tapi titipan jadi kita harus menjadikan ke depan terus baik. Kedua, saya capek terkait dengan warga yang mengeluh keterbatasannya air, sehingga mereka beli. Ketiga, melihat hutan kita terjadi degradasi hutan.” ucapnya.
Editor : Anila Dwi