get app
inews
Aa Read Next : Memasuki Tahapan Jelang Pilkada, Polres Pemalang Gelar Patroli Skala Besar Akhir Pekan

Asal-usul Pantai Widuri Pemalang, Simbol Kesetiaan Nyi Widuri kepada Suami Hingga Rela Potong Jari

Minggu, 20 November 2022 | 07:31 WIB
header img
Sejarah Pantai Widuri Pemalang, bukti kesetiaan seorang istri kepada suami / Foto : TV Pemalang

Pemalang, iNews.id - Pantai Widuri di Kabupaten Pemalang merupakan salah satu pantai terindah di pesisir utara Jawa Tengah. Pantai yang terletak tak jauh dari pusat kota Pemalang ini memiliki histori atau sejarah sehingga dinamakan Widuri.

Tak banyak yang tahu kalau asal usul nama Pantai Widuri Pemalang berasal dari sebuah simbol kesetiaan seorang istri kepada suami. Mari kita simak sejarah atau asal usul Pantai Widuri di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah.

Sekira abad ke 15, wilayah pesisir utara Jawa Tengah tepatnya di wilayah Pemalang, hiduplah sepasang suami istri, yaitu Kaki dan Nyai Pedaringan. Mereka hidup sederhana sebagai seorang petani. Kaki atau Ki Pedaringan usianya lebih tua dibanding istrinya.

Suatu hari, saat dirinya memasak untuk dibawa ke sawah tempat Ki Pedaringan bekerja, Nyi pedaringan kedatangan seorang pemuda tampan ke gubuknya, sedangkan Ki Pedaringan bekerja di sawahnya yang jaraknya sangat jauh. Pemuda itu dalam keadaan berdarah di lengannya. Nyi Pedaringan kaget melihat darah di lengan pemuda tadi. Seperti ada pusaka kerajaan yang menancap.

Tak lama kemudian pemuda tadi mengenalkan dirinya.  Ternyata dia adalah Pangeran Purbaya, punggawa Kerajaaan Mataram yang sedang mengemban tugas menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Salingsingan di Cirebon. Salingsingan ingin menguasai Tanah Jawa dari Mataram, namun Pangeran Purbaya berhasil mengalahkannya.

Dalam perjalanan menuju Mataram, pangeran melihat gubuk dan hendak menghampiri untuk mengobati lukanya.  Nyai Pedaringan mencoba mengobati. Tak lama, Pangeran Purbaya berpamitan dan meningalkan sebuah keris sebagai tanda terima kasih. 

Sang Pangeran berpesan bahwa keris yang bernama Simonglang itu agar dijaga dan dirawat. Diharapkan keris itu dapat menjadi pusaka daerah itu dan yang berhak memiliki adalah anak turun keluarga Pedaringan.

Siapa pun tidak berhak nengambil keris itu kecuali Pangeran Purbaya, atau orang yang jarinya pangkas seperti jari Pangeran Purbaya.  Pangeran Purbaya meneruskan perjalanan ke selatan. 

Sore hari, Ki Pedaringan baru sampai di gubuknya. Ki Pedaringan kesal dan heran karena biasanya Nyai Pedaringan membawakan makanan tetapi sampai sore Nyai Pedaringan tidak datang.  Kesal menjadi curiga karena melihat Nyi Pedaringan membawa sebuah keris yang biasanya dimiliki oleh seorang lelaki. Nyi Pedaringan menjelaskan dari mana ia mendapatkan keris itu. Tapi, Ki Pedaringan tidak mau menerimanya, hingga akhirnya keduanya bertengkar.

Akhirnya Nyi Pedaringan mencabut keris dan memotong jarinya untuk membuktikan rasa cintanya. Darah segar mengalir dari jari-jarinya. Nyi Pedaringan bersumpah jika darah yang ia teteskan di bunga widuri yang putih berubah menjadi ungu pertanda bahwa cintanya masih suci.  Bunga widuri itupun berubah warna menjadi ungu.

Melihat kejadian tadi Ki Pedaringan menyesal dan meminta maaf kepada Nyi Pedaringan. Untuk menebus kesalahannya, Ki Pedaringan menyusul Pangeran Purbaya. Tapi sampai saat itu Ki Pedaringan tidak pernah kembali.  

Nyai Pedaringan yang di juluki Nyai Widuri hidup sendiri dengan bayi yang masih ada dalam kandunganya. Sampai akhir hayatnya Nyi Pedaringan menjadi janda. Sekarang nama Widuri diabadikan menjadi  nama desa tempat Nyai Widuri pernah tinggal.

Editor : Lazarus Sandya Wella

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut