KPK Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi: Bidik Penyelewengan Kekuasaan, Suap dan Jual Beli Jabatan
JAKARTA, iNewsPemalang.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan keseriusannya menindak kasus korupsi, menyusul operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Ponorogo dan sejumlah pejabat daerah. Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan hal itu dalam konferensi pers, Minggu (9/11/2025).
"Transparansi dalam proses promosi dan mutasi jabatan merupakan aspek sosial di dalam tata kelola sumber daya manusia aparatur sipil negara. Tanpa prinsip tersebut proses penempatan pejabat berpotensi diselewengkan menjadi ajang jual beli jabatan atau praktik nepotisme dan merusak integritas birokrasi," kata Asep.
"Jadi salah satu hal terpenting di dalam pengelolaan daerah yaitu penempatan orang-orang atau sumber daya manusia pada tempat-tempat yang sesuai dengan kompetensinya ini menjadi sangat penting," tambahnya.
Asep mengatakan, orang-orang atau pejabat-pejabat yang memiliki kompetensi yang baik dan mengisi jabatannya itu bisa memberikan efek yang baik pula di dalam pelaksanaan tugasnya.
"Tetapi dalam kenyataannya di beberapa tempat pengisian jabatan ini justru menjadi celah bagi para pejabat, dalam hal ini yang memiliki kewenangan untuk penempatan Jabatan itu menggunakan proses ini untuk mendapatkan sesuatu," kata Asep.
"Imbasnya ke depan adalah karena pertama jabatan tersebut diisi oleh orang-orang atau diisi oleh pejabat-pejabat yang tidak berkompeten, ya tidak memiliki kompetensi di jabatan tersebut, maka tidak bisa memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat," tambahnya.
Asep menjelaskan, penangkapan terkait dugaan suap jual beli jabatan dan proyek di RSUD dr. Harjono Ponorogo. Praktik itu, kata dia, menunjukkan rusaknya sistem tata kelola SDM di lingkungan pemerintah daerah.
“Proses promosi dan mutasi jabatan yang tidak transparan membuka ruang jual beli jabatan dan nepotisme, yang akhirnya merusak integritas birokrasi,” tegas Asep.
Menurutnya, pejabat yang tidak kompeten akan sulit memberi pelayanan publik yang optimal.
“Lebih parah lagi, karena jabatan diperoleh dengan uang, orientasi mereka adalah mengembalikan modal, bukan melayani masyarakat,” ujarnya.
Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK menunjukkan skor nasional pengelolaan SDM masih rendah di angka 65,93. Di Ponorogo, skor SPI turun dari 75,87 pada 2023 menjadi 73,43 pada 2024, dengan komponen SDM anjlok hampir 7%.
“OTT ini mengonfirmasi data SPI. Penurunan kualitas SDM memang terjadi akibat praktik koruptif kepala daerah,” jelas Asep.
Kasus bermula dari laporan masyarakat awal 2025. Direktur RSUD dr. Harjono, YWM, mengetahui dirinya akan diganti oleh Bupati SUG. Ia lalu berkoordinasi dengan Sekda AGP untuk menyiapkan uang agar posisinya aman.
Pada Februari 2025, YWM menyerahkan Rp400 juta kepada SUG melalui ajudannya. Disusul pemberian Rp325 juta kepada AGP antara April–Agustus 2025, dan Rp500 juta lagi pada November 2025 melalui kerabat SUG. Total suap mencapai Rp1,25 miliar.
Dalam operasi tangkap tangan 7 November 2025, KPK mengamankan 13 orang, termasuk SUG (Bupati Ponorogo), AGP (Sekda sejak 2012), dan sejumlah pejabat di bidang mutasi.
Asep menegaskan, kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh kepala daerah dan kementerian/lembaga.
“Pembenahan sistem SDM mutlak dilakukan agar birokrasi tidak lagi dijadikan ladang jual beli jabatan,” pungkasnya.
Editor : Aryanto