"Karena itu acaranya outdoor. Meskipun acara-acara lainnya sampai hari ini juga diminta tidak sampai hujan. Ini tim kami lagi tugas. Karena ada satu kegiatan outdoor yakni penanaman Mangrove di Tahura," sebutnya.
Dr. Handoko menambahkan bahwa strategi yang digunakan cukup rumit dan harus dilaksanakan dengan cepat, mengingat ia beserta tim telah mengubah konsep TMC dengan mempercepat kondensasi dari awan menjadi hujan di tempat lain karena menurutnya mustahil untuk meniadakan hujan di situasi seperti itu.
"Pelaksanaan strateginya agak rumit dan perlu diputuskan dengan cepat," sebutnya.
Handoko juga mengaku bahwa dirinya sempat menerima banyak panggilan telepon dari para pimpinan negara dan kepanitiaan KTT G20. Bahkan pimpinan negara juga menanyakan apakah ia membutuhkan sebuah pesawat tambahan atau tidak.
"Mereka bertanya apa perlu tambahan pesawat. Saya bilang tidak," ujarnya.
Setelah berusaha cukup lama untuk mempercepat hujan di tempat lain, akhirnya kondisi awan pun dapat terkendali pada pukul 14.00 WITA.
Namun hal ini tidak bertahan lama, pasalnya awan awan kembali bermunculan saat menjelang sore hari.
Mengetahui itu, pria kelahiran Banyuwangi ini pun kemudian mengunpulkan awan awan di sekitar GWK serta awan lain yang masih jauh dari Nusa Dua untuk dihujankan sekaligus.
"Sekitar pukul 16.00 WITA hujan reda. Persiapan dinner akhirnya digelar. Peralatan yang tadinya ditutup pakai plastik akhirnya dibuka," pungkasnya.
Sebagai informasi, Dr. Handoko menambahkan bahwa ada sebelas kali penerbangan yang dilakukan dari pagi hingga malam dalam pelaksanaan jamuan makan malam di GWK.
Editor : Lazarus Sandya Wella
Artikel Terkait