PEMALANG, iNewsPemalang.id - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sejatinya adalah badan usaha yang didirikan oleh Desa atas dasar kesepakatan bersama masyarakat melalui Musyawarah Desa (Musdes) dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Tujuan didirikannya BUMDes yaitu untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD) guna kesejahteraan masyarakat Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2O21 Tentang Badan Usaha Milik Desa, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1, berbunyi "Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersarna desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa."
Sumber dana BUMDes yang berasal dari pemerintah seperti Dana Desa (DD), harus dikelola dengan baik dan transparan, karena berkaitan dengan pemerintah kabupaten/provinsi dan pusat.
Maka penggunaan dana yang berasal dari Dana Desa ini harus mengikuti aturan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
Karena itu, Dana Desa perlu dibahas dalam musrenbang untuk dilakukan persetujuan penyaluran ke BUMDes. Baru di Musyawarah Desa proses penyaluran ini akan dibahas kembali.
Proses panjang ini untuk kepentingan legal hukum agar sumber dana yang masuk ke BUMDes dalam bahasa akuntansi adalah clear and clean atau bersih dan jelas, sehingga tidak akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari nanti.
Seluruh atau sebagian besar modalnya dari Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya. Hasilnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Pasal 1 angka 7, berbunyi "Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa."
Bahwa dasar hukum atau pengaturan BUMDes dapat dlihat dari beberapa peraturan perundang-undangan di bawah ini:
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 menyebutkan bahwa :
(1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.
(2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undangan.
Tentang BUMDes ini juga di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 87
(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa.
(2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan.
(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 88
(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Mengingat sebagian atau seluruhnya modal BUMDes berasal dari Dana Desa, maka transparansi laporan pertanggungjawaban keuangan BUMDes harus dipublikasikan pada masyarakat.
Sebagaimana tertuang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2O2I tentang Badan Usaha Milik Desa, BAB X PERTANGGUNGJAWABAN, Pasal 58;
(1) Pelaksana operasional wajib menyiapkan laporan berkala yang memuat pelaksanaan rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa bersama.
(2) Laporan berkala sebagairnana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan semesteran dan laporan tahunan.
(3) Laporan semesteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada penasihat.
(4) Laporan semesteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. laporan posisi keuangan semesteran dan perhitungan laba rugi semesteran serta
penjelasannya; dan
b. rincian masalah yang timbul selama 1 semester yang memengaruhi kegiatan BUM Desa/ BUM Desa bersama.
(5) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa setelah ditelaah oleh penasihat dan pengawas.
(6) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit memuat:
a. perhitungan tahunan yang terdiri atas laporan posisi keuangan akhir tahun buku yang baru berakhir dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasannya;
b. laporan posisi keuangan dan perhitungan laporan laba rugi konsolidasi dari Unit Usaha BUM Desa/ BUM Desa bersama;
c. laporan mengenai keadaan dan jalannya BUM Desa/ BUM Desa bersama serta hasil yang telah dicapai;
d. kegiatan utama BUM Desa/ BUM Desa bersama dan perubahan selama tahun buku;
e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang memengaruhi kegiatan BUM Desa/ BUM Desa bersama; dan
f. laporan mengenai tugas pengurusan oleh pelaksana operasional, pengawasan oleh pengawas, dan pemberian nasihat oleh penasihat yang telah dilaksanakan selama tahun buku yang baru berakhir.
(7) Selain laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksana operasional sewaktu-waktu dapat memberikan laporan khusus kepada pengawas dan/atau Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa.
Pasal 59
(1) Hasil Musyawarah Desa dan/atau Musyawarah Antar Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (5) dipublikasikan melalui alat media massa dan penyebaran informasi publik yang mudah diakses masyarakat Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memutuskan penerimaan laporan tahunan BUM Desa/ BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (5) serta memutuskan penggunaan hasil Usaha BUM Desa/ BUM Desa bersama yang menjadi bagian Desa.
(3) Penerimaan laporan tahunan BUM Desa/ BUM Desa bersama oleh Musyawarah Desa/ musyawarah Antar Desa membebaskan tanggung jawab penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas atas pelaksanaan tugas dan wewenang dalam tahun buku yang berakhir.
BAB XII KERUGIAN
Pasal 61
(1) Terhadap laporan keuangan BUM Desa/ BUM Desa bersama dilakukan pemeriksaan/ audit oleh pengawas.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan/ audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menunjuk dan meminta bantuan auditor independen.
(3) Dalam hal terdapat indikasi kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaan BUM Desa/ BUM Desa bersama, dapat dilakukan audit investigatif atas perintah Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa.
Pasal 62
(1) Dalam hal hasil pemeriksaan/ audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 menemukan kerugian BUM Desa/ BUM Desa bersama, penasihat, pelaksana operasional, dan atau pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUM Desa/ BUM Desa bersama.
(2) Penasihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan wewenang dan tugasnya dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUM Desa/ BUM Desa bersama dan/atau berdasarkan keputusan Musyawarah Desa/ Musyarvarah Antar Desa;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(3) Dalam hal kerugian BUM Desa/ BUM Desa bersama diakibatkan oleh unsur kesengajaan atau kelalaian penasihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa membahas dan memutuskan bentuk pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh penasihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas berdasarkan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(4) Dalam hal penasihat, pelaksana operasionai, dan/atau pengawas tidak menunjukan iktikad baik melaksanakan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa memutuskan untuk menyelesaikan kerugian secara proses hukum.
Editor : Aryanto
Artikel Terkait