Terkait pidana atau hukuman bagi pembuat ijazah palsu, Pasal 263 ayat (1) KUHP, yang hingga saat ini masih berlaku, menerangkan bahwa barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Kemudian, Pasal 263 ayat (2) KUHP menerangkan pula bahwa diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Dengan demikian, berdasarkan KUHP, hukuman untuk pembuat ijazah palsu dan pengguna ijazah palsu adalah pidana penjara paling lama enam tahun.
Kemudian, jika ditinjau berdasarkan KUHP Baru atau UU 1/2023 yang akan berlaku pada 2026 mendatang, tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Pasal 391 UU 1/2023 yang menerangkan ketentuan berikut:
(1) Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar).
(2) Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).
Editor : Aryanto
Artikel Terkait