Di tengah puing dan abu, yang tersisa bukan hanya kehancuran fisik, melainkan juga pertanyaan besar: bagaimana tragedi ini bisa terjadi di jantung kota, di era yang seharusnya menjunjung hukum dan dialog?
Rangkuman Fakta Utama:
- Waktu Sabtu malam, 30–31 Agustus 2025 pukul 21.30–22.00 WIB.
- Penyebab Aksi anarkis massa melempar bom molotov dan petasan.
- Kerusakan Ruang kerja Wakil Gubernur, biro umum, protokol, press room terbakar.
- Penjarahan Barang-barang kantor hingga alat pemadam hilang dijarah.
- Respons Pemerintah Gubernur dan Pangdam hadir, polisi lakukan olah TKP dan penyelidikan.
- Nilai Sejarah Grahadi adalah cagar budaya bersejarah sejak era kolonial.
- Reaksi Publik, warga membandingkan dengan kerusuhan 1998, menilai ini lebih parah.
Insiden di Grahadi mengingatkan kita bahwa demokrasi tanpa kontrol bisa berubah menjadi destruksi. Di saat gedung bersejarah terbakar, yang turut hangus adalah rasa percaya, stabilitas sosial, dan jejak sejarah yang tak tergantikan. Kini, mata publik tertuju pada aparat penegak hukum—untuk menegakkan keadilan, dan yang tak kalah penting, mencegah agar tragedi serupa tak terulang.
Pesan Redaksi iNews: Kami mendukung penyampaian aspirasi dengan cara yang bermartabat. Unjuk rasa hak setiap warga, jangan sampai merusak, melukai, atau memecah belah.
Editor : Aryanto
Artikel Terkait