PEMALANG, iNewsPemalang.id - Kerajinan gerabah di Kabupaten Pemalang sudah tak asing lagi dan telah terkenal hingga ke luar daerah. Para perajin gerabah ini bertempat di Jalan Nusa Indah RT 08/08, Kelurahan Pelutan, Pemalang.
Dalam sehari, setiap perajin mampu membuat 5 hingga 7 buah gerabah. Keterampilan mereka membuat gerabah diperoleh secara turun temurun dari orang tuanya.
Salah seorang perajin, Nurochim (72) mengatakan, dia menguasai keterampilan membuat gerabah dari orang tuanya sejak usia 13 Tahun. Kemudian, dia pun menurunkan keterampilan itu pada anak-anaknya.
Bermacam kerajinan gerabah di Kabupaten Pemalang hingga saat ini masih lestari. (Istimewa)
Nurochim menyebut, hingga sekarang dia masih setia melakoni profesinya sebagai perajin gerabah. Setiap harinya dia membuat berbagai jenis gerabah di belakang rumahnya.
"Dari usaha membuat gerabah ini, saya bisa menyokong ekonomi keluarga," katanya pada iNews Pemalang saat ditemui di lokasi kerja, Minggu (21/4/2024).
‘’Dalam sehari, saya biasanya membuat 5 sampai 7 buah gerabah,’ imbuhnya.
Dia mengatakan, dalam kesehariannya membuat gerabah dibantu tiga orang saudaranya, yakni Kuripno, Sunarto dan Anwaryono.
Nurochim membuat produk gerabah sesuai dengan pesanan atau permintaan pasar. Paling laris menurut dia, gerabah jenis Paso Pengaron, Kendil dan Pot.
Bahan baku utama untuk membuat gerabah adalah tanah liat. Namun, kata Nurochim, tak sembarang tanah liat.
Perajin gerabah di Kelurahan Pelutan Kabupaten Pemalang ditularkan secara turun temurun. (Istimewa)
"Tanah liat untuk bahan membuat gerabah harus yang bertekstur halus," ujarnya.
Menurutnya, bahan dari tanah liat yang halus itu harus dijaga oleh perajin, supaya hasil gerabah kualitasnya benar-benar bagus.
Mereka para perajin, kata Nurochim, mendapatkan tanah liat dengan membeli seharga Rp8000 per tepak. Kemudian mereka mengolahnya dengan mencampurkan pasir, lalu diaduk dengan cara menginjak-injaknya hingga tercampur rata dan benar-benar halus.
"Setelah siap, baru tanah liat kita bentuk menjadi bermacam jenis gerabah," kata Nurochim.
Pembuatan gerabah di Pemalang dilakukan masih secara manual, dengan menggunakan semacam piring yang diputar menggunakan kaki.
Gerabah yang telah dibuat, selanjutnya dijemur dan diberi pewarna atau dicat. Bahan pewarna yang digunakan adalah tanah merah, sehingga warna yang dihasilkan benar-benar alami.
Setelah gerabah kering, dan terkumpul cukup, selanjutnya dibakar menggunakan jerami dan kayu. Biasanya hingga mencapai 1000 buah atau lebih, dalam waktu sekitar satu bulan.
Para perajin biasanya menjual hasil produk gerabah mereka secara konvensional. Selain itu, mereka juga melayani pesanan dari luar daerah seperti Tegal, Pekalongan, Brebes dan Batang.
Di usianya yang senja, Nurochim yang masih setia menjalani usaha gerabah ini mengaku mendapat persaingan cukup berat. Pasalnya, saat ini telah menjamur produk semacam gerabah dari plastik.
"Saat ini persaingan cukup berat, sudah banyak produk seperti pot atau semacamnya dari plastik," ujarnya.
"Padahal tanaman akan lebih subur jika ditanam di pot gerabah yang terbuat dari tanah liat,’’ imbuhnya.
Meski harus bersaing ketat dengan produk plastik, Nurochim hingga saat ini masih tetap setia memutar piringan pembuat gerabahnya setiap hari. Keterampiln itu juga dia tularkan pada anak dan cucunya.
"Supaya produk gerabah dari Kelurahan Pelutan Pemalang tetap lestari dan semakin terkenal," ujarnya.
Editor : Aryanto