Arti Gerhana dalam Mitos Tanda-Tanda Misterius Alam Semesta dan Pandangan Islam

PEMALANG, iNewsPemalang.id — Di langit yang tiba-tiba meredup, manusia dari zaman ke zaman selalu membaca gerhana bukan sekadar sebagai peristiwa astronomi, melainkan sebagai pesan misterius dari semesta. Peristiwa langit itu kerap menjadi cermin keyakinan, ketakutan, hingga pengharapan dalam peradaban-peradaban besar dunia.
Dahulu kala, bangsa Viking memandang gerhana sebagai hasil perburuan kosmik: serigala langit bernama Sköll atau Hati berhasil menyergap sang matahari atau bulan. Di belahan bumi lain, suku Maya dan Inca menggigil dalam kekhawatiran — mereka percaya gerhana adalah simbol kemurkaan dewa, yang hanya bisa diredakan lewat darah pengorbanan. Di Jepang kuno, kegelapan yang melingkupi langit diyakini sebagai pertanda sang dewi matahari, Amaterasu, tengah menyelimuti dirinya dalam selubung duka.
Tak kalah dramatis, masyarakat Arab pra-Islam mengaitkan gerhana dengan wafatnya tokoh-tokoh besar. Bagi mereka, langit ikut meratap — seolah semesta turut menundukkan kepala di hadapan perpisahan seorang manusia agung.
Masih banyak pula masyarakat yang hingga kini memukul lesung, membuat gaduh, berharap suara itu mengusir 'roh gelap' yang mencaplok cahaya. Sebuah pertahanan primitif terhadap sesuatu yang tak dapat dijelaskan oleh logika.
Fenomena ini menjadi bukti betapa dalamnya manusia terdahulu membaca langit dengan kacamata mitos. Gerhana — bukannya menjadi ajang kontemplasi — justru dikurung dalam sel takhayul dan rasa takut.
Pandangan Islam: Menyibak Mitos, Menyulut Iman
Di tengah lautan keyakinan yang sarat mitos, Islam datang membawa suluh rasionalitas dan tauhid. Rasulullah Muhammad Saw mengubah cara pandang manusia terhadap gerhana dengan satu pesan agung: ini bukan kematian, bukan kelahiran, bukan murka dewa — melainkan tanda kebesaran Allah.
Al-Qur’an menegaskan:
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari dan jangan pula kepada bulan, tetapi sujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika hanya kepada-Nya kamu menyembah.”
(QS. Fushshilat [41]: 37)
Gerhana, sebagaimana siang dan malam, hanyalah bagian dari harmoni kosmos yang Allah atur dengan sempurna. Ia bukan entitas ilahi, bukan makhluk sakti, melainkan ayat Tuhan — kode langit yang mengajak manusia untuk merenung, bukan panik.
Editor : Aryanto