Arti Gerhana dalam Mitos Tanda-Tanda Misterius Alam Semesta dan Pandangan Islam

Sebuah Momen Sejarah: Gerhana dan Wafatnya Ibrahim
Tatkala putra Nabi Muhammad Saw, Ibrahim, wafat, matahari seketika tertutup — gerhana pun terjadi. Kaum muslimin saat itu mulai percaya bahwa langit turut berduka atas wafatnya anak Nabi. Namun Rasulullah Saw, dengan keteguhan tauhidnya, membantah tafsir penuh emosi itu.
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, salatlah, dan bersedekahlah."
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Pernyataan ini bukan hanya penegasan teologis. Ia adalah revolusi pemikiran, langkah monumental yang menyapu kabut mitos dari langit dan mengembalikan cahaya iman ke bumi. Rasulullah tidak membiarkan kemuliaan pribadi menjadi bahan glorifikasi langit. Di hadapan semesta, beliau memilih mendidik umat dengan kebenaran — bukan dengan pengkultusan.
Dari Takut ke Tunduk: Ibadah Saat Gerhana
Islam mengajarkan bahwa gerhana bukan saatnya menabuh lesung atau menjerit dalam gelap. Ini adalah momentum spiritual:
Salat kusuf atau khusuf, doa, dzikir, sedekah, bahkan memerdekakan budak.
Alih-alih ketakutan, umat diajak untuk tafakkur, mengingat betapa kecilnya manusia di tengah semesta yang tunduk pada kehendak-Nya.
Membongkar Mitos, Membangun Tauhid
Apa yang membedakan pandangan Islam terhadap gerhana dibanding peradaban lain bukan sekadar soal ibadah. Ini tentang cara memaknai langit.
Editor : Aryanto