JAKARTA, iNewsPemalang.id - Di atas meja makan, sepiring nasi putih hangat mengepul. Harapannya, itu adalah beras premium—setiap butirnya bernilai gizi tinggi, dibeli dengan harga yang tak murah. Namun, sebuah temuan dari Kementerian Pertanian baru saja meruntuhkan harapan itu, mengungkap bahwa nasi di piring kita mungkin tak lebih dari sebuah tipuan.
Investigasi yang digelar Kementan pada bulan Juni lalu menjadi lonceng peringatan yang nyaring. Dari ratusan merek yang diuji, lebih dari 85 persen beras berlabel "premium" ternyata gagal memenuhi standar mutu. Ini bukan sekadar kesalahan label; ini adalah indikasi praktik oplosan yang masif, mencampur yang terbaik dengan yang berkualitas rendah.
Kabar ini memicu amarah dan satu pertanyaan besar yang menggantung di benak banyak orang: jika sudah terlanjur mengonsumsinya setiap hari, adakah bahaya yang mengintai kesehatan kita?
Untuk menjawabnya, dr. Aru Ariadno, seorang spesialis penyakit dalam, memberikan penjelasan yang menenangkan sekaligus mengkhawatirkan. Kabar baiknya, kata beliau, beras oplosan ini tidak akan meracuni Anda.
"Sepanjang yang dicampur adalah beras asli, baik oplosan maupun premium, tidak memiliki efek fatal," ujarnya, meredakan ketakutan akan bahaya langsung.
Ini bukan soal racun, ini soal penipuan kualitas. Namun di sinilah kabar buruknya dimulai. Ada bahaya lain yang tak kasat mata. Bahaya pertama tersembunyi dalam daya tahannya.
"Beras premium bila dimasak bisa bertahan lama," jelas dr. Aru.
Sebaliknya, nasi dari oplosan akan lebih cepat basi, sebuah kerugian nyata bagi setiap rumah tangga yang berharap makanannya awet.
Bahaya kedua, yang lebih tak terlihat, adalah pencurian gizi. Beras premium murni kaya akan nutrisi penting seperti vitamin B1. Ketika dioplos dengan beras berkualitas lebih rendah, kandungan nutrisi itu ikut terdilusi. Anda membayar mahal untuk gizi premium, namun yang Anda dapatkan adalah gizi kelas dua.
Jadi, meski tidak mengancam nyawa secara langsung, skandal beras oplosan ini menggerogoti kita secara perlahan—menggerogoti isi dompet dan gizi di piring kita. Bahayanya bukanlah racun, melainkan kebohongan yang kita konsumsi setiap hari.
Editor : Aryanto
Artikel Terkait