Jakarta, iNewsPemalang.id - Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo periode II yang dipasangkan dengan KH Ma'aruf Amin, beliau sempat merombak struktur kabinetnya sebanyak dua kali.
Menurutnya hal itu dilakukan agar kandidat yang terbentuk dapat bekerja secara cepat dan tepat dalam membangun Bangsa Indonesia.
Beberapa nama menteri yang dipecat dari jajaran kabinet Indonesia Maju itu disebabkan soal kinerja hingga masalah pertimbangan akomodir politik.
Lalu apa kesibukan setiap menteri setelah vakum dari dunia per politikan Indonesia? Berikut kami rangkum 5 nama menteri yang telah dipecat di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, diantaranya :
Seorang Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) bernama Tejho Edhy Purdijatno resmi digantikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia disebutkan lengser dari jabatannya sebagai menteri dikarenakan pernyataan kontroversinya yang dianggap menyinggung masyarakat Indonesia.
“KPK berdiri sendiri dia. Kuat dia. Konstitusi yang akan mendukung, bukan dukungan rakyat enggak jelas itu,” tutur Tedjo.
Dari pernyataannnya tersebut, Tedjo dinyatakan sebagai menteri dengan kinerja paling buruk yang hanya mendapatkan nilai 9,9% berdasarkan kepuasan responden. Hal itu disebutkan berdasarkan hasil survei Research and Consulting (SMRC) oleh Saiful Mujani.
Mengetahui itu Ketua DPP Projo Sunggul Hamonangan Sirait kemudian menegaskan agar jabatan Tedjo sebagai Menko Polhukam lebih baik dicabut.
"Salah satu Menterinya (dalam daftar Projo) yang bilang ‘enggak jelas, enggak jelas' itu. Dasarnya kami evaluasi kinerja dan performa mereka kalau tidak oke dan tidak 100 persen Nawa Cita dan Trisakti lebih baik out," ujarnya.
Setelah resmi didepak dari kursi pemerintahan, Tedjho Edhy Purdijatno kemudian melanjutkan karirnya sebagai penulis biografi dan pengisi seminar di berbagai universitas.
"Kesibukan saya ada dua, menyusun buku biografi selama berada di dunia politik dan memberikan pembekalan ke kampus-kampus mengenai wawasan kebangsaan, Pancasila, nasionalisme, dan bela negara. Sudah banyak kampus yang meminta saya," tutur Tedjo.
Bukan hanya itu, Tedjo juga aktif dalam sebuah lembaga bantuan hukum bernama Justitia Law Firm. Lembaga tersebut telah didirikan sejak tahun 2011 untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
"Saya juga kan sarjana hukum. Di sana kami banyak berdiskusi dengan hukum dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang perlu. Lembaga ini kami dirikan sejak 2011," tuturnya.
Salah satu eks menteri ATR ini dilepas jabatan karena melihat dirinya yang sudah menjabat selama 13 tahun pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bukan hanya itu, ia pun kemudian melanjutkan tugasnya sebagai menteri pada masa pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla sejak 27 Juli 2016.
Hal tersebut tentunya menjadi sebuah pertimbangan mengenai jabatannya yang berkemungkinan terkena resuffle. Hal ini dijelaskan oleh Jamiluddin mengetahui Sofyan adalah bawaan dari Kabinet Kerja yang dipasangkan bersama Jusuf Kalla. Ia menganggap paham politik mengenai dirinya dan Jokowi sudah tidak lagi sama.
Walaupun jika dinilai dari kinerjanya, Sofyan Djalil tidak layak untuk di depak dari kursi pemerintahan.
"Yang mana sudah tidak lagi seirama dengan politiknya Jokowi," kata Jamiluddin.
"Sebenarnya, kalau dasarnya atas kinerja, Sofyan Djalil sangat tidak layak di-reshuffle," imbuhnya.
Namun saat akhirnya resmi dikeluarkan dari pemerintahan, Sofyan terlihat tidak khawatir mengenai pekerjaannya yang ikut lengser. Ia bahkan sudah menyiapkan jauh jauh hari, bahwa dirinya akan kembali menjadi seorang konsultan maupun pengajar.
"Sebagai orang profesional bisa melakukan apa aja. Kita bisa mengajar atau jadi konsultan. Pokoknya pasti tetap bisa punya kesibukan," tuturnya.
Indroyono Soesilo merupakan salah satu eks Menko Kemaritiman yang telah digantikan oleh Rizal Ramli. Pencopotan ini banyak menuai kritikan dari masyarakat. Pasalnya, Indroyono merupakan seorang menteri yang mempunyai intelek tinggi.
Usai pencopotannya sebagai menteri, Indroyono mengaku bahwa dirinya akan fokus dalam mengurus bahtera rumah tangganya.
"Sekarang mau ngurusin anak-anak sama istri dulu ya," kata Indroyono.
Eks Menko Kemaritiman tersebut juga menambahkan bahwa ia akan selalu mengabdi pada Negara Indonesia meskipun status dirinya yang sudah tidak lagi menjabat sebagai seorang menteri.
"Kita orang profesional mengabdi bisa lewat mana aja. Yang pasti tetap mendukung nawacita Presiden Jokowi, agar Indonesia sejahtera dan makmur," tambahnya.
4. Rachmad Gobel
Alasan Racmat Gobel meninggalkan kursi pemerintahan ternyata cukup kompleks. Pasalnya ia tidak mengatakan secara langsung mengenai alasan pemecatannya dari kabinet Indonesia Maju. Ia justru memperlihatkan suasana hatinya yag begembira setelah dilakukan resuffle terhadap dirinya.
"Saya kembali jadi rakyat biasa, jadi pengusaha lagi. Enak jadi rakyat biasa, bebas. Tidak pusing dikejar-kejar mafia," ucapnya.
Menurut Peneliti Formappi, Lucius Karus, Rachmat Gobel merupakan seorang Menteri Perdagangan yang mengupayakan agar produk produk lokal dapat bertahan di pasar Indonesia di tengah maraknya produk impor luar negeri. Namun, kebijakan tersebut seringkali membuatnya bermusuhan dengan para mafia impor karena dianggap menghalangi pasar mereka.
Namun usai dicopot dari anggota kabinet, Rachmat Gobel justru ditarik oleh Partai Nasdem dan kini menjalani aktivitasnya sebagai Wakil Ketua DPR periode 2019-2024.
Pencopotan kursi pemerintahan dari mantan menteri Andi Widjajanto ini sempat menimbulkan dugaan bahwa hal tersebut atas dorongan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Perwakilan Tim Komunikasi Presiden, Teten Masdugi turut membantah dugaan tersebut. Menurutnya pencopotan itu dilakukan karena adanya kebutuhan reposisi pemerintahan.
"Bukan berarti mereka berkinerja buruk, melainkan karena ada kebutuhan reposisi itu agar pemerintahan lebih solid," papar Teten.
Usai melakukan serah terima jabatan, Andi pun memilih untuk melanjutkan kesibukannya sebagai pengajar di salah satu universitas ternama di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia (UI). Bukan hanya itu, ia pun sempat menolak saat ditawari untuk duduk kembali di kursi pemerintahan.
Editor : Lazarus Sandya Wella