Curah Hujan Masih Tinggi di Pemalang Saat Musim Kemarau, Ini Penjelasan BMKG

PEMALANG, iNewsPemalang.id — Hujan yang mengguyur sejumlah wilayah di Kabupaten Pemalang sepanjang Agustus menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Pasalnya, periode ini secara umum dikenal sebagai puncak musim kemarau di wilayah Jawa Tengah. Namun, fenomena ini bukan tanpa penjelasan ilmiah.
Terpantau, sampai hari ini hujan deras masih mengguyur wilayah Pemalang terutama bagian selatan atau lereng pegunungan, Kamis (21/8/2025).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut hujan di musim kemarau sebagai bagian dari dinamika atmosfer yang disebut kemarau basah. Fenomena ini terjadi akibat kombinasi berbagai faktor global dan lokal yang memicu terbentuknya awan hujan, meskipun musim kemarau secara klimatologis sedang berlangsung.
Kemarau Basah: Musim Kering yang Tetap Basah
Kepala BMKG Wilayah II Jawa Tengah, dalam keterangannya, menyebutkan bahwa kondisi yang terjadi saat ini merupakan bagian dari kemarau basah, yakni musim kemarau yang diselingi oleh curah hujan cukup signifikan. Fenomena ini bukan kejadian baru, namun pada 2025 ini, intensitas dan durasinya cenderung lebih panjang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Ini bukan anomali ekstrem. Kita menyebutnya kemarau basah, dan itu memang terjadi karena banyak faktor atmosferik berskala besar yang sedang aktif,” jelasnya.
Faktor-faktor Pemicu Turunnya Hujan
Berikut ini beberapa faktor yang disebut BMKG sebagai penyebab utama hujan di Pemalang selama Agustus 2025:
1. Melemahnya Monsun Australia
Monsun Australia, yang biasanya membawa udara kering dari Benua Australia ke Indonesia selama musim kemarau, mengalami pelemahan sejak Maret 2025. Akibatnya, suplai udara kering ke wilayah Jawa menjadi berkurang, dan kondisi atmosfer tetap lembap.
2. Suhu Muka Laut yang Tetap Hangat
Perairan di sekitar utara dan selatan Jawa tercatat memiliki suhu muka laut yang lebih tinggi dari rata-rata. Hal ini meningkatkan penguapan dan memperkaya kelembapan udara, mendukung terbentuknya awan konvektif penyebab hujan.
3. Aktivitas Gelombang Atmosfer Global
Fenomena gelombang atmosfer seperti Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby sedang aktif di wilayah Indonesia. Fenomena ini memicu peningkatan pertumbuhan awan dan konveksi skala besar di wilayah tengah dan selatan Indonesia, termasuk Jawa Tengah.
4. Konvergensi Massa Udara di Jawa Tengah
BMKG juga mencatat adanya pertemuan massa udara (konvergensi) di wilayah utara Jawa Tengah. Pertemuan ini menyebabkan udara naik ke atmosfer dan membentuk awan hujan. Kondisi atmosfer yang labil turut memperparah pembentukan awan.
5. La Niña Lemah
Walaupun hanya dalam kategori lemah, fenomena La Niña berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. La Niña mendorong terbentuknya daerah tekanan rendah (Low Pressure Area) yang memperkuat suplai kelembapan.
Hujan Masih Berlanjut hingga Oktober
BMKG memprediksi kondisi ini akan terus berlangsung hingga Oktober 2025. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan banjir lokal, tanah longsor di daerah rawan, serta gangguan aktivitas pertanian dan perikanan akibat cuaca yang tidak menentu.
“Walaupun kita berada di musim kemarau secara kalender, bukan berarti hujan tidak bisa terjadi. Perubahan iklim global membuat musim semakin sulit diprediksi secara konvensional,” kata Kepala BMKG.
Hujan yang turun di Pemalang selama Agustus 2025 bukanlah kejadian langka tanpa sebab. Interaksi antara faktor-faktor global seperti La Niña dan MJO, serta kondisi lokal seperti suhu laut hangat dan konvergensi udara, menjadi pemicu utama. Fenomena kemarau basah ini menunjukkan bahwa musim kemarau tak selalu identik dengan cuaca panas dan kering.
Masyarakat diminta tetap memperhatikan informasi resmi dari BMKG terkait perkembangan cuaca, terutama bagi petani dan pelaku usaha yang sangat bergantung pada pola iklim musiman.
Editor : Aryanto