"Semoga melalui beksan ini para generasi muda dapat menambah wawasan mengenai perjuangan Eyang Mangkoenagoro I dan semua elemen pendukungnya, juga terus melestarikan nilai-nilai kebudayaan Mangkunegaran sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan peradaban bangsa Indonesia," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan HB X menyampaikan pergelaran Catur Sagatra menjadi momentum membahagiakan karena bisa menyaksikan tarian kebudayaan masa silam yang merepresentasikan adiluhungnya budaya Mataram.
Sultan menilai, tarian yang menjadi bagian dari kebudayaan bisa digunakan sebagai rekonsiliasi budaya, bersatunya lagi trah Mataram di era masa kini.
“Catur Sagatra memiliki lambang dua naga yang menghadap barat dan timur, namun ekornya bergabung menjadi satu. Catur Sagatra adalah konsep kosmologi Jawa yang mana masing-masing punya fungsi tersendiri namun dalam kesatuan gatra yang saling melengkapi,” ungkapnya.
Saat ini, menurut dia menjadi momen tepat untuk bersatunya lagi trah Mataram dengan semangat kebersamaan untuk bersinergi budaya unggul yang dimiliki.
“Sejatinya, apa yang dimiliki trah PB, trah HB, trah PA dan MN memiliki kekhasan tersendiri. Seni tari klasik bedaya ini memiliki magis dan filosofis, dengan nilai adiluhung disertai laku spiritual yang sakral. Ada perspektif cipta rasa dan karsa, sebagai warisan yang harus dilestarikan dan diagungkan, juga dikembangkan hingga mendekati adiluhung,” lanjut Sultan lagi.
Senada dengan Sultan, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, mengatakan masing-masing tarian yang dibawakan merupakan tarian yang sangat istimewa dan sarat makna, seperti halnya Tarian Bedhaya Mintaraga yang akan ditampilkan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan tari yang diilhami dari serat Lenggahing Harjuna yang ditulis langsung oleh Sri Sultan HB X.
Tak hanya itu, ia menilai, kegiatan ini sangat penting untuk pelestarian warisan budaya termasuk didalamnya upaya mengenalkan khasanah budaya di Yogyakarta dan Surakarta secara luas pada masyarakat.
Dalam kegiatan gelar budaya ini selain sebagai pusat pengembangan budaya, empat Kraton dinasti Mataram di Yogyakarta dan Surakarta terus menjaga dan melestarikan budaya yang diwariskan leluhur.
“Biasanya Catur Sagatra dilaksanakan di Pagelaran Kraton Yogyakarta. Dan saat pergelaran diadakan di Bangsal Kepatihan. Hal ini sangat strategis dan tepat mengenalkan warisan budaya berupa seni tari yang harus dilestarikan oleh semua pihak,” ujar Dian.
Editor : Anila Dwi
Artikel Terkait