SEMARANG, iNewsPemalang.id - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai 'Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik,' melakukan pengawasan ketat dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2022/2023, terutama hal yang mengarah pada pungutan tidak resmi dan penjualan seragam di sekolah.
Hal itu disampaikan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida kepada wartawan. Rabu (24/8/2022).
Jika masih menemukan pihak sekolah yang menjual seragam dalam PPDB Tahun 2022 di lingkungan Provinsi Jawa Tengah, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah menghimbau agar masyarakat segera melaporkan ke Ombudsman Jawa Tengah melalui Kontak Layanan Publik 08119983737 atau melalui tautan https://bit.ly/FormulirPengaduanSeragamSekolahBiayaPendidikanLainnya
Hal tersebut mengacu pada peraturan pemerintah, yakni:
1. PP Nomor 17 Tahun 20 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah; dan
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Sebagai informasi, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah dalam kurun waktu Januari hingga September 2019 silam telah menerima 17 laporan terkait penyelenggaraan pelayanan publik di bidang pendidikan.
Hingga saat ini pun masih banyak pengaduan yang masuk ke Ombudsman Jawa Tengah terkait pelayanan publik.
Seperti diketahui pada tahun-tahun sebelumnya, Mal Administrasi yang paling banyak dilaporkan adalah penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut, seperti penggalangan sumbangan yang mengarah pada pungutan tidak resmi, permintaan uang kepada Ortu/Wali Murid untuk studi lingkungan, pembelian baju seragam, pembuatan kartu pelajar, uang gedung dan sebagainya.
Siti Farida menyatakan, bahwa permintaan sumbangan seringkali berujung pada penahanan rapor siswa. Disisi lain, kata Farida, ada pula siswa yang tidak dapat mengikuti Ujian Nasional karena Orang Tua/Wali Murid belum melunasi sumbangan tersebut.
Siti Farida menilai bahwa wajib belajar 12 tahun adalah tanggung jawab negara, sehingga otomatis pembiayaannya dibebankan kepada negara.
"Prinsip dasar ini harus dikawal melalui regulasi yang matang dan rinci serta mengakomodir tingkat teknis pelaksanaan. Sehingga tidak lagi muncul pro dan kontra di masyarakat mengenai sumbangan dan pungutan," tegas Farida.
Apalagi saat ini, sambung Farida, sekolah sudah menerima Dana BOS dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sehingga tidak ada lagi celah untuk melakukan “sumbangan atau pungutan” kepada orangtua murid dengan dalih berbagai macam pembiayaan yang seringkali memberatkan orangtua.
Oleh karenanya, Ombudsman menekankan pentingnya mengoptimalkan pengawasan dan pengelolaan dana BOS dalam penyelenggaraan pendidikan.
Siti Farida menjelaskan bahwa pemahaman satuan pendidikan mengenai penerapan kurikulum juga perlu diubah, khususnya dalam pelaksanaan studi lingkungan.
Selama ini, dalam pengamatan Ombudsman Jateng, kegiatan studi lingkungan lebih banyak dilakukan di luar sekolah seperti perjalanan wisata ke luar kota maupun luar provinsi. Padahal studi lingkungan dapat dilakukan di lingkungan dengan melakukan wisata edukasi ke museum, Perpustakaan Daerah, atau tempat-tempat wisata di dalam Kota yang tidak memerlukan banyak anggaran.
Pada prinsipnya, satuan pendidikan harus mampu mengoptimalkan dana BOS untuk berbagai kegiatan operasional sekolah baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler serta untuk pengembangan SDM di sekolah serta mampu membuat laporan pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel.
"Pemerintah perlu memperketat pengawasan alokasi dan penggunaan dana BOS agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan harapan yang tertuang dalam petunjuk teknis BOS," pungkas Farida.
Editor : Abdul Kadir