Hal itu membuat hati R.A. Kartini sangat gundah, hingga akhirnya ia bertemu dengan sahabatnya dari Eropa, lalu mempelajari bagaimana seorang wanita Eropa dengan membaca buku, majalah kala itu. Kemudian ia merenungkan dan membandingkan dengan kehidupan wanita Indonesia nampak sangat berbeda. Pada saat itu, wanita Indonesia dipandang dengan status yang rendah, tidak pernah mendapatkan persamaan, kebebasan, dan otonomi serta kesetaraan hukum.
Setelah ia menikah di usia 24 tahun, pada tanggal 12 November 1903, semangatnya untuk merubah nasib perempuan Indonesia tak pernah padam.
R.A. Kartini bukanlah sebagai istri pertama dari K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, melainkan sebagai istri keempat dari Bupati Rembang itu.
Beruntung, kala itu suaminya memahami apa yang ada hati R.A. Kartini, lalu mendukung penuh istrinya yang ingin memperjuangkan kaumnya. Hal tersebut membuat semakin teguh dalam pendiriannya untuk berjuang membebaskan kaumnya dari belenggu kegelapan.
Sayang, perjuangannya tidak berlangsung lama, karena pada usianya yang ke-25 tahun, ia wafat setelah empat hari paska melahirkan putra semata wayangnya, R.M. Soesalit Djojoadhiningrat, yang lahir pada tanggal 13 September 1904.
Editor : Aryanto